#2–30 Days Writing Challenge

I am told to write about things that make me happy : writing, reading, walking. Keeping my mind busy, because it wanders to horrible places I couldn’t reach most of the time.

Pencil Patron
4 min readApr 29, 2022

Sebelum aku mulai, aku mau mundur ke tulisan nomor 1 soal kepribadianku. Aku mau mengingatkan aku ini orang yang kasar, kadang, aku bisa teriak dan meledak. Aku bukan orang baik yang ideal, anggun juga nggak. Jauh dari itu.

Contohnya, pagi ini waktu diskusi, nada suaraku naik dengan putus asanya. Aku berusaha mengendalikan, tapi… belum bisa. Mungkin lain kali lebih baik.

Aku hobi menulis, entah sejak kapan, aku susah untuk ingat persisnya. Yang aku ingat cuma, aku sudah menulis sejak SD. Pada jaman Facebook, aku punya grup menulis dan menerbitkan tulisan di wall Facebook. Sekarang grup sudah bubar, entah ke mana, tapi ya memang begitulah hidup dan teman-teman; semua berpindah dan berubah. Rasanya seperti energi. Kadang, rasanya seperti hilang tapi kalau dipikir-pikir, ya, nggak hilang juga, cuma berubah. Berubah tempat, berubah nama, berubah orang.

Energi tidak hilang, hanya berubah.

Menulis bikin aku senang soalnya aku bisa bikin skenario-skenario palsu, kebetulan yang begitu sering lewat di kepala. Jadi rasanya, khayalan itu berubah jadi produktif dan aku merasa nggak terlalu bersalah karena sering bikin-bikin skenario palsu.

Sampai sekarang, secara resmi aku sudah terbitkan tiga naskah pendek: dua cerpen dan satu essai. Satu ada di website perempuanmenulis.co: judulnya Kian dan Pertanyaan Soal Babi. Satu tayang di StorialCo, namanya Beban Bintang Berpendar Satu lagi artikel di thisissoutheastasia.com, bicara soal stigma gangguan mental dan sulitnya menemukan ruang aman untuk konseling psikologi di pulau yang terkenal dengan healing-healing vibes.

Dua Dari Karyaku. Yang Beban Bintang Berpendar nggak ada fotonya; bisa klik langsung tautannya.

Baca juga aku suka, lihat cerita macam-macam. Aku sempat berhenti baca karena ‘sibuk’ dan nggak punya duit buat beli buku, belum tahu juga kalau ada e-book dan ternyata bisa pinjam buku online. Sekarang aku sudah tahu dan bisa baca banyak.

Aku merasa, kok, karena baca buku kadar toleransiku soal beberapa hal jadi lebih tinggi. Aku belajar melihat konteks dan berperilaku sesuai situasi, walau menurut Mama ini masih saja kurang dan aku belum memenuhi standarnya.

Setelah kerja dan punya gaji sendiri, aku lebih bebas beli buku yang aku mau tapi ya, jangan sampai boros juga. Kadang aku baca di kafè; ada tempat bagus di Sanur, namanya Daily Bagguette. Senang aku baca di situ, ada kopi enak dan pastries-nya juga.

Buku favoritku judulnya The Poppy War Trilogy, Silence, A Untuk Amanda. Sejauh ini, itu judulnya, pasti bakal nambah lagi.

Buku Kesukaan Aku

Aku suka jalan kaki. Serius. Sayangnya, ya, fasilitas pejalan kaki di sekitar kita nggak bagus-bagus banget. Sejak COVID-19, trotoar dekat rumah sering dipakai pedagang yang jualan di mobil. Kadang kesal, tapi ya… nggak bisa ditegur juga, nanti dikatai merusak rejeki orang.

Jalan kaki membuat aku sibuk, aku bisa sendirian dan lihat-lihat banyak hal.

Sebenarnya, aku juga sering pesan ojek dan pergi ke tempat-tempat jauh; Ubud, misalnya. Nggak ada yang aku cari di sana. Sampai di sana, aku juga cuma jalan kaki ngalor-ngidul.

Mungkin bukan jalan kakinya yang aku suka tapi sensasi pergi menuju suatu tempat yang bikin aku suka bergerak.

Photo by Colton Jones on Unsplash

--

--

Pencil Patron

reader and learner who writes short stories|| find me on IG : @patronpen