Aku ini, sebenarnya,jatuh cinta pada siapa ?
Tahu tidak tentang perasaan jatuh cinta yang disertai rasa takut kehilangan ? Bukan, bukan perasaan yang muncul sebelum kamu memiliki. Tapi justru yang hidup di saat kamu sudah memilikinya, tapi masih selalu takut. Batas antara mencintai setulus-tulusnya serta mati-matian namun tidak pula buta bahwa beberapa hal di dunia adalah sementara.
Kamu tahu, kamu jatuh cinta dan ia juga mencintaimu. Tapi pada waktu-waktu tertentu kamu mempertanyakan, memiliki itu apa sih artinya ? Ketika ia bercerita padamu tentang mimpi-mimpinya, saat ia menceritakan perasaan rindunya setelah semua mimpi-mimpi itu dan semua hari-hari yang separuhnya kalian habisi bersama. Menyisakan ranjang tidak berpenghuni pada awal malam. Ceritanya menggebu-gebu, ia merindukanmu di penghujung mimpinya di sisi lain kota. Betapa ia yakin, ia mencintaimu.
Tahu tidak tentang perasaan jatuh cinta yang disertai rasa takut kehilangan ? Yang terjadinya justru di saat kamu memiliki. Seolah kamu hanya menunggu sampai kehabisan waktu, sampai dunia mengambil lagi apa yang kamu cintai. Lalu kamu marah pada diri sendiri, bahkan marah pun bukan kata yang pantas untuk menjelaskan gumpalan emosi yang menggunung di dalam dirimu. Saat seseorang memintamu menuliskannya, kamu tidak tahu apa-apa dan kata-kata terhapus dari kamus yang bahkan tidak lagi kamu baca.
Kamu semacam mencintai habis-habisan, dicintai sepenuh-penuhnya, hanya untuk ditinggalkan lagi atau dipaksa meninggalkan lagi.
Karena sepertinya, semua orang setara dihadapan kehilangan.
Kenapa pula manusia ini langganan dipisahkan dari yang dicintai dan disatukan dengan yang justru saban hari saling mempertanyakan cintanya. Bagaimana bisa orang-orang menulis tentang cinta dan lagunya, jika setia detik dalam sehari, tidak ada yang benar-benar hidup atau dihidupkan cintanya.
Lalu kamu mulai menyangsikan tuhan dan hidupnya. Kamu bahkan tidak menulisnya dengan layak lagi.
Karena, dari langit sekalipun, nampaknya do’a tidak mampu. Tidak ada yang cukup paham untuk menjelaskan.
Rasanya cinta saja tidak cukup dan cinta memang bukan modal apa-apa. Entah apa lagi yang menganggu, semua hal menyela cinta yang mulai tidak kamu percayai itu.
Tapi kamu mencintainya, sungguh. Hanya di satu tempat itu. Hanya untuk itu.
Kamu tidak tahu lagi, cinta itu apa dan apakah cinta cukup kuat. Apakah tuhan cukup nyata untuk menyelamatkan kebaikan.