Bisa Apa Kamu Kalau Cuma Menulis Saja?
Apa menulis saja cukup? Apakah PUEBI yang tepat sudah pantas? Apakah alur yang mantap akan memancing pembaca?
Belakangan ini aku semakin intensif menulis cerita, baik fiksi mini, cerita pendek atau novel. Karyaku, aku terbitkan di platform menulis. Ceritaku baik-baik saja, temanya tidak kontroversial, temanya sangat standar berupa slife of life.
Sesuatu membuat saya tertegun lama, yaitu jumlah pembaca atau views. Selama satu minggu, jumlah pembaca saya nol. Rasanya seperti bicara dengan tembok.
Di Instagram, likes dan views unggahan hanya mentok sampai lima belas dan paling banyak dua puluh lima. Padahal semua sudah menggunakan tagar yang berhubungan.
Masa-masa seperti ini membuatku berpikir, mungkin karyaku tidak ada maknanya tanpa pembaca atau eksposure. Mendadak aku ingin menjadi seorang selebgram dengan pengikut ribuan dan jutaan. Mereka bisa saja menulis tetek bengek atau mengunggah foto rumput dan tetap mendapat banyak respon.
Aku bertanya-tanya lagi, apa artinya tulisanku ini?
Sekalipun aku menerbitkan buku. Bagaimana aku akan membawanya ke dunia?
Aku sedang meniti, mengumpulkan orang-orang untuk melihatku. Setidaknya ceritaku.
Setiap kali aku menulis, aku lebih sering mencemaskan siapa yang akan membaca dan apakah akan ada yang mendengar. Aku tidak tahu harus mulai dari mana mengakhirinya. Berkali-kali sudah aku ingatkan diri sendiri, jangan memikirkan pembaca, jangan merasa terintimidasi dengan cerita sendiri.
Tapi seringnya gagal.
Bisa apa aku kalau cuma menulis saja? Sementara untuk berdagang tulisan, kita perlu pembeli. Untuk menjadi seorang pendongeng diperlukan pendengar.
Mereka dimana? Aku sudah berjalan kesana-kemari dan mencari-cari hal baru.
Bisa apa kalau semua bergantung pada likes, views dan eksposure?